Pagi-pagi sekali kami sudah bersiap untuk meninggalkan
kampung Marengo. Setelah pengalaman 2 hari 2 malam mengeksplorasi kampung Baduy
membuat kami setidaknya dapat lebih memahami dan menghargai adat istiadat yang
berlaku di kampung ini. Setidaknya kami berharap, agar suatu saat masyarakat
disini mau lebih terbuka dengan pentingnya pendidikan tanpa harus mengubah jati
diri adat budaya disini. Seperti yang ada didalam fikiran Kartini, tuan rumah
tempat aku menginap, bahwa ia ingin agar suatu saat anaknya kelak bisa lebih
beruntung dari dirinya, dapat mengenyam pendidikan lebih baik. Oleh karenanya,
ia ingin anaknya dapat bersekolah layaknya anak-anak pada umumnya. Menurutku ini
adalah suatu kemajuan pola pikir masyarakat Baduy saat ini. Ntah, ada berapa
banyak Kartini yang memendam
keinginannya untuk bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Semoga..kelak bisa muncul anak-anak baduy yang
mampu sekolah tinggi. Ketika selesai, ia akan pulang agar dapat membangun
kampungnya. Memberikan pemahaman pola pikir yang lebih maju namun tetap menjaga
kearifan lokal dan adat istiadat disana.
Menuju Halim Perdanakusuma. ..
Perjalanan terasa begitu panjang. Rasa letih, pegal, ngantuk bercampur menjadi
satu. Apalagi ketika mejelang ashar, kami baru sampai. Segera kami dikumpulkan di hangar pesawat skadron
45. Begitu melihat deretan pesawat tempur TNI-AU, mata kami melek seketika.
Rasa kantuk hilang untuk sementara. Kami takjub, melihat pesawat-pesawat yang biasa
dipakai para perwira TNI-AU untuk latihan terbang. Saat itu pula, kami langsung
diinstruksikan untuk membuat barisan. Dengan dipimpin oleh salah seorang
perwira, kamipun segera menyusun barisan layaknya prajurit yang akan bersiap
latihan upacara. Benar saja, kami memang disiapkan untuk mengikuti upacara
penyambutan sekaligus serah terima tanggung jawab kegiatan PK. Suasana seketika
berubah menjadi segalanya serba cepat. Hingga makanpun ditentukan oleh waktu.
Beruntung para bapak perwiranya baik-baik. Meski kami tidak dapat menghabiskan
makanan dalam waktu 5 menit, tapi ujung-ujungnya tetap diberi tambahan waktu
agar kami bisa menghabiskan makanan.
Setelah maghrib dan makan malam,
kami langsung digiring ke ruangan yang jaraknya lumayan jauh dari barak. Sehingga kami harus naik mobil ala TNI (saya ga tau nama mobilnya apa ya hehe). Untuk mengikuti kelas materi. Kali ini yang dibahas adalah "Tataran Dasar Bela Negara" yang disampaikan oleh Bapak Didi Djunaedi. Godaan yang sangat besar adalah
rasa kantuk yang teramat berat. Zzz…ntah sudah berapa korban yang tertangkap
kamera paparazi hehehe..Namun, pertanyaan tetap banyak. Berarti, para peserta
masih cukup antusias mengikuti materi disela-sela
rasa letih akibat jadwal yang begitu padat.
Selepas materi sekitar pukul 21
lewat, kami kembali ke barak. Barak disini adalah tenda-tenda yang sering
dipakai para prajurit TNI-AU jika mereka harus bermalam disuatu tempat. Tidak
ada wisma, tidak ada kasur empuk, apalagi kamar mandi pribadi. Semua serba
bersama..termasuk tenda yang kami huni saat itu, ada sekitar 15 orang lebih. Total ada 5 tenda, 3 tenda wanita, 2 tenda pria.
Tepat pukul 22.00 wib, kami diinstruksikan untuk tidur. Banyak yang langsung
tepar tanpa harus ganti baju apalagi sikat gigi. Meski begitu, ada beberapa
yang masih mencuri-curi waktu untuk sekedar sms atau telpon keluarga. Termasuk
aku. Hehe…dan ups, ada sidak dari salah seorang perwira untuk kembali
menegaskan agar kami segera tidur. Suaranya menjadi lebih tinggi dari sebelumnya.
Oke Pak, kami tidur. Dan aku..tertidur dengan kondisi siap siaga.
Benar saja, tepat pukul 23.00
wib..terdengar suara sirine mengaum, memecah
keheningan malam. Kami yang masih dalam kondisi nyenyak terbangun
seketika. Kaget bukan kepalang..seperti masih mimpi antara sadar dan tidak
sadar. Untung saja aku masih dalam kondisi rapih. Tinggal ambil sepatu dibawah
kasur, jadi deh. Beberapa detik kemudian setelah sirine berbunyi, ada instruksi
untuk segera berkumpul di lapangan.
Dengan terhuyung-huyung para peserta berjalan ke luar tenda. Ada pula yang
berlari. Sebagian besar kami masih belum sadar 100%. Rasa kantuk dan kaget
jelas masih terlihat diwajah-wajah letih para peserta PK. Ternyata,…Oh my
God…kami baru tidur sejam, sudah harus
dibangunkan untuk melakukan jurik malam.
Perjalanan jurik malam dilakukan
perkelompok. Kami melewati pos-pos yang berada disemak-semak dan pepohonan. Pada tiap-tiap pos terdapat
pertanyaan yang harus kami jawab. Suasana
menjadi lebih dramatis ketika langit mulai mendung. Gelap, becek, dingin, belum
lagi kondisi tubuh yang begitu lelah dan ngantuk. Semua bercampur jadi satu.
Berakumulasi menjadi rasa ngantuk dan sakit kepala. Kami berjalan dari pos ke pos dengan hanya
berbekal sebuah senter. Perlu diingat, jika instruksi mengatakan bawa satu
senter saja, maka jangan coba-coba untuk membawa lebih, meski dg alasan untuk
cadangan. Karena, jika ketahuan, maka kita akan diberi ceramah panjang lebar di pos bayangan,
akibatnya, perjalanan menuju pos akhir menjadi lebih lama. Dan itu terjadi di
kelompokku…hehe
Tepat di pos akhir, langit tidak dapat menahan
dirinya. Seketika itu pula hujan turun dengan lebatnya bak tercurah dari
langit. Kami segera berjalan menuju barak. Jaraknya lumayan jauh..jaket yang
kupakai untuk menahan agar tubuh tidak basah akhirnya menjadi tembus , ikut
basah. Malam ini, kami tidur dibarak ditemani tetesan hujan dan tubuh yang
letih, mengigil kedinginan. Namun karena
rasa kantuk yang luar biasa, akhirnya aku bisa tertidur juga meski hanya kurang lebih dua jam. Hari ini, pengalaman yang dapat kami ambil adalah
merasakan bagaimana kehidupan keras ala militer. Semua serba disiplin dan gerak cepat. Awalnya aku sempat
shock dengan budaya militer disini. Apa-apa harus dikerjakan cepat dan tepat waktu. Tapi setidaknya, memberi kami pengalaman berharga untuk lebih pintar
mengatur waktu dan prioritas kegiatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar