Senin, 10 Maret 2014

Hari ke 3 PK-9 : Berpetualang di Kampung Baduy

Kamis, 20 Februari 2014

Sedari subuh, kami sudah bangun dan bersiap-siap untuk naik bis. Jam 7 pagi harus sudah check out. Barang yang ditinggal, dikumpulkan dalam sebuah ruangan. Yap, hari ini kami akan memulai sebuah perjalanan yang nantinya akan menjadi sebuah kenangan yang tak terlupakan. Yaitu perjalanan menuju kampung baduy. Namun sebelumnya, pagi ini kami harus mengikuti test Psikotes yang merupakan salah satu bentuk assessment dalam PK IX. Ada dua jenis tes yang harus dijalani yaitu “Papi Kostik Test” dan MSDT. Tes Papi Kostik dipakai untuk mengukur peran dan kebutuhan individu dalam kaitannya dengan situasi kerja. Sementara MSDT (Management Style Diagnostic Test) merupakan indikator kepribadian yang berorientasi di kepemimpinan ataupun bidang manajerial. Tes ini mengintegrasikan orientasi khusus, yakni task oriented, relationship oriented, dan effectiveness oriented.

Sekitar pukul 09.00 wib, kami selesai melakukan psiksotest. Setelah itu kami bersiap-siap menuju bus yang sudah parkir di halaman depan wisma. Kami menggunakan 3 bus dan 1 mobil elf. Perjalanan menuju kampung Baduy akan memakan waktu tempuh lebih kurang 6 jam. Awalnya perjalanan masih lancar, meski sedikit macet namun tidak terlalu parah. Begitu masuk ke darah Banten bagian dalam, rutenya menjadi semakin sulit, jalanan yang turun naik cukup membuat kami ketar ketir. Apalagi ketika bus menaiki jalan setapak yang cukup curam. Beberapa kali Pak supir harus menggeser tuas persneling. Mobil sempat menderu dan hampir mundur. Terlebih rute jalan yang berliku dan ada longsor di salah satu badan jalan yang kami lewati. Cukup horor memang, untung saja sang supir sudah lihai mengatasi kondisi spt itu. Yup..kami hanya bisa pasrah, menyerahkan semua kepada pak Supir dan tentunya terus berdoa dalam hati masing-masing, agar kami semua selamat sampai tujuan.

Alhamdulillaah..sekitar pukul 15.30 wib kami sampai juga di desa Ciboleger. Eits, tp kami masih harus berjalan sejauh 3 km untuk masuk ke kampung baduy luar. Kali ini harus jalan kaki, melewati jalan setapak, naik turun dan lumayan licin. Setelah jalan beberapa meter, kami singgah di rumah Kepala Desa Kanekes yaitu sebuah desa yang nanti akan menjadi tempat kami menginap selama 3 hari 2 malam. Disana kami disambut dan diberi arahan terlebih dahulu mengenai aturan-aturan bagi pendatang yang akan masuk ke wilayah Kampung Baduy Luar. Peraturan tersebut antara lain berupa beberapa larangan, yaitu dilarang membawa tape recorder, radio, atau jenis alat musik lainnya (untung saja HP, kamera atau gadget lainnya tidak disebutkan hehe...), dilarang menggunakan sabun dan pasta gigi jika mandi di sungai karena khawatir mencemari air sungai, dilarang melakukan aktivitas yang mencolok dan menarik perhatian warga, dan melakukan tindakan asusila. Pada kesempatan ini pula, kami mendapatkan penjelasan mengenai Suku Baduy yang memilih untuk tetap menjaga kehidupannya yang sangat alami. Salah satu bentuknya adalah dengan tidak mengizinkan masuknya arus listrik, tidak menggunakan alat-alat elektronik, serta masih sangat teguh dalam menjaga keasrian alam. Mereka dapat bertahan hidup dalam kesederhanaan dan menggantungkan sepenuhnya kehidupan mereka kepada alam. Hmm sepertinya akan menjadi sesuatu yang berbeda bagi kami ketika tinggal disana nanti. Kamipun menjadi semakin penasaran. Seperti apa kehidupan para suku Baduy tersebut.
Perjalanan menuju kampung Baduy

Didepan rumah kepala desa

Setelah pertemuan di rumah kepada desa, kami melanjutkan perjalanan kembali menuju desa Kanekes. Sepanjang perjalanan, kami disuguhi pemandangan alam yang asri. Hutan,  sungai, dan tentunya sekelompok penduduk desa Ciboleger dan ada juga baduy luar yang sibuk menawarkan jasa angkut barang. Sepanjang perjalanan, mereka selalu menawarkan jasa untuk membawa barang-barang kami. Mereka disebut sebagai porter. Yang membuat kami takjub adalah diantara orang dewasa tsb, ada beberapa anak kecil yang masih duduk di SD maupun SMP yang ikut menawarkan jasa sebagai porter. Ternyata anak-anak ini sudah sangat biasa membawa barang-barang berat kepunyaan para pengunjung. Kaki mereka begitu lincah, bergerak melangkahi bebatuan, menyusuri jalan setapak yang licin. Bagi kami yang tidak cukup kuat membawa barang-barang yang super berat sambil mendaki tentunya, jasa porter akan sangat membantu. Akhirnya beberapa dari kami terpaksa memakai jasa porter daripada nanti pingsan ditengah jalan dan pastinya akan sangat merepotkan.

Sekitar pukul 17.30 wib kami sampai di sebuah tanah yang cukup lapang, dan dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk yang hampir secara keseluruhan dibuat menggunakan bambu dan beratapkan daun yang disebut sulah nyanda. Bentuk bangunannya sangat sederhana. Namun terlihat menyatu dengan alam. Berdiri  menyesuaikan dengan kontur atau kemiringan tanah. Pondasi rumah dibuat dari batu kali yang disusun dan direkatkan menggunakan tanah yang sudah dipadatkan. Tampak asri dalam balutan kesederhanaan. Dirumah-rumah penduduk inilah kami menginap.


Berkumpul di halaman rumah penduduk





Kampung Marengo Baduy Luar





Senja sudah lewat, dan hari kian gelap. Suasana perkampungan sudah semakin sunyi. Meski baru pukul 20.00 wib, tapi semua penduduk sudah tidak melakukan aktivitas diluar rumah. Namun tidak demikian dengan kami para pendatang. Dikarenakan esok kami harus melakukan sebuah misi Citizen Journalism, maka malam ini kami harus kumpul untuk membahas persiapan esok hari. Kami harus melakukan koordinasi langsung seperti ini karena untuk komunikasi via HP saja tidak bisa, dikarenakan kendala sinyal yang sangat lemah. Suasana gelap membuat kami kesulitan mengenali satu sama lain. Untung saja kami membawa senter. Pada malam itu, ada satu hal yang berbeda. Alam Baduy yang disiangnya tampak indah dan menawan, seolah berubah menjadi sosok raksasa yang sedang tidur dalam keheningan malam. Namun, diatas kepala raksana malam tersebut dipayungi kemilau cahaya yang begitu indah. Langit malam di kampung Baduy begitu menawan. Bintang-bintang bertaburan bak titik-titik cahaya kemilauan. Kami terpukau, karena sudah lama sekali tidak melihat pemandangan langit yang indah seperti ini. Hati kecil bebisik memuji keagunganNya. Yah, hal-hal kecil seperti ini sering luput dari perhatian kami dikarenakan sehari-hari sudah disibukkan dengan berbagai urusan yang tiada habisnya. Sejenak memandang langit.

Tampak teman-teman sudah mendapatkan keputusan untuk esok. Yaitu Citizen Journalism dilakukan dengan membagi pemandu untuk tiap-tiap kelompok. Selain itu kami beruntung karena mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan dua orang suku baduy dalam yang akan berkunjung di siang harinya. Oleh karena itu, kami harus sudah menyiapkan beberapa pertanyaan untuk esok hari. Setelah itu sekitar pukul 21.30 wib kami kembali ke penginapan. Yup, beginilah cerita hari pertama kami di Baduy. Bersiap-siap untuk misi esok hari yang lebih menantang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar